JATIMTIMES - Nama Hamparan Rintik pasti sudah tidak asing lagi di telinga, khususnya saat ajang fashion di Kota Malang kerap menampilan karya-karya fesyen khas dari kain batik shibori. Ya di balik karya-karya menarik itu dibuat dari tangan kreatif seorang fesyen desainer bernama Fikrah Ryanda Saputra.
Usahanya yang bergerak di bidang fesyen sejak 2017 silam, fokus produknya pada kain shibori. Alasannya, karena teknik pewarnaan kain yang paling mudah. Bisa dikerjakan oleh pemula.
Baca Juga : Haul Mbah Moedjair: Dari Muara Sungai Serang, Jadi Simbol Pembangunan Blitar
“Karena basic pendidikan saya hukum, meski suka menggambar dan berkarya seni, saya tentu belajar dari awal membuat shibori,” ucap pria yang akrab disapa Fiko ini.
Dibandingkan batik dan ecoprint, shibori bisa dibuat dengan alat bantu yang lebih murah juga perlengkapannya. Lalu untuk ditularkan ke orang lain juga lebih mudah.

“Memang shibori ada berbagai jenis ikatan dan tingkat kesulitan. Tentu ini berproses. Khusus kain shibori, menurut saya orang masih sering mengartikan bahwa shibori ini batik.
Padahal shibori adalah proses pewarnaan kain yang berbeda dengan batik. Batik itu menggunakan malam panas, sedangkan shibori hanya menggunakan ikatan dari karet atau tali dan benang.
Kain shibori itu dibuat juga dengan pewarna tesktil yang sama dengan batik. Alat bantunya ada karet, tali, benang, stik kayu, penjepit, jarum, kelereng, batu kecil, paralon. Proses dimulai dengan membuat pola dengan pensil di kain. Lalu mengikat sesuai pola yang ada.
Tak hanya fokus pada kainnya, dengan tangan kreatifnya itu ia juga membuat produk fesyennya. “Karena dengan membuat produk, hasil sketsa saya bisa dituangkan dalam bentuk yang nyata,” imbuh warga Jalan MT Haryono, Kelurahan Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang ini.
Baginya menyenangkan dan punya kepuasan tersendiri bisa melihat imajinasi dari sketsa yang dibuatnya bisa menjadi pakaian yang digunakan orang lain. Meski demikian Fiko mengakui ada banyak proses yang dilakukan.
Namun ini justru jadi tantangan buat fesyen desainer. “Karena ini jadi tugas kami untuk terus berkarya dan mengedukasi masyarakat tentang proses pembuatan karya khususnya baju,” tegas Fiko.
Baca Juga : Encuy 'Preman Pensiun' Ditemukan Tewas Bunuh Diri, Ini Profilnya
Karya Fiko punya ciri khas tersendiri, bahkan hanya cukup dilihat saja sudah tahu itu karyanya. Ciri khasnya ada di pola potong yang zerowaste.

Kemudian juga kerap memadukan beberapa teknik kriya. “Utamanya di shibori atau jumputan, kami juga kombinasi dengan lukis, batik, ecoprint dan sebagainya,” kata Fiko.
Kini selain dipamerkan pada ajang fesyen, Filo juga memproduksi dalam sebulannya ratusan baju. Dengan harga termurah Rp 125 ribu samapi 750 ribu per pcs.
Hasil produksinya pun tak hanya dilirik dari masyarakat Indonesia saja, tapi juga luar negeri. Seperti Singapura, Vietnam, hingga Australia.
“Kalau penjualan rata-rata bulanan yang sering khususnya dari Malang dan Jakarta,” tegas Fiko.
Kini Fiko pun memiliki sebanyak enam orang dalam timnya. Selain itu dengan cara mengikuti fesyen show salah satu cara untuk terus mengenalkan karyanya kepada masyarakat.