JATIMTIMES - Whida Rositama MHum, dosen Sastra Inggris di Fakultas Humaniora Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, adalah sosok inspiratif yang membuktikan bahwa kecerdasan dan keanggunan dapat berjalan beriringan. Selain berkarier di dunia akademik, ia juga memiliki perjalanan panjang di dunia pageant, fashion, musik, hingga kepenulisan.
Ketertarikan Whida terhadap dunia kontes kecantikan bukan sekadar keinginan pribadi, tetapi juga kian termotivasi oleh sebuah insiden yang mengubah hidupnya. Saat masih aktif mengikuti ajang pageant, ia pernah mengalami kecelakaan yang membuatnya merasa bertanggung jawab untuk membantu korban yang terluka.
Baca Juga : 11 Jurusan Ini Paling Populer di Universitas Terbuka, Punya Peluang Karir
"Dulu saya tidak bisa menceritakan hal ini kepada orang tua. Jadi, saya berpikir bagaimana bisa mendapatkan uang dengan cepat untuk membantu korban kecelakaan," ungkapnya.
Berangkat dari niat tersebut, Whida mulai mengikuti berbagai ajang kecantikan. Perjalanan pageant-nya dimulai dari Kakang Mbakyu Kota Malang 2008, meski hanya berhasil menjadi semifinalis. Ia kemudian mencoba peruntungan di Joko Roro Kabupaten Malang dan berhasil menjadi finalis.

Namun, perjuangannya tidak berhenti di sana. Dalam ajang ini, ia memasang target juara pertama dengan tujuan mulia menggunakan hadiah kemenangan untuk membantu seorang anak yang menjadi korban kecelakaan. Sayangnya, ia belum berhasil meraih gelar juara.
Tak berhenti di satu ajang. Whida kembali mencoba keberuntungan di kontes Cak Yu Pasuruan. Perjalanan menuju kompetisi ini kembali diwarnai insiden kecelakaan. Kali ini, ia bersama temannya mengalami kejadian nahas dalam perjalanan ke Pasuruan. Meski begitu, Whida tetap berupaya membantu korban lain yang terdampak.
Keuletannya dalam dunia pageant akhirnya membuahkan hasil. Ia berhasil meraih juara 1 Cak Yu Pasuruan, yang kemudian membawanya ke ajang Putra-Putri Pajak Jawa Timur. Di sini, ia kembali meraih juara pertama. Prestasinya terus berlanjut hingga tingkat nasional, meskipun dalam ajang Putri Kopi Indonesia, ia belum berhasil membawa pulang gelar juara.
"Alhamdulillah, dari beberapa kontes yang saya ikuti di Jawa Timur, akhirnya uang yang saya kumpulkan bisa menutupi biaya operasi anak korban kecelakaan tersebut," kenangnya.
Meskipun aktif di dunia pageant, Whida tidak mengabaikan akademiknya. Ia berhasil menyelesaikan studi S1 dengan predikat cumlaude dan melanjutkan pendidikan ke jenjang magister di Universitas Indonesia (UI). Di UI, semangat kompetisinya tidak surut. Ia terpilih menjadi brand ambassador Botani Bogor dan juara favorit Brand Ambassador BNI Syariah.
Setelah meraih gelar magister, Whida merantau ke Batam dan bekerja sebagai wakil kepala sekolah di sebuah institusi pendidikan. Di sana, ia tetap menyalurkan passion-nya dalam dunia modeling dengan mengikuti Azura Model Hunt Batam dan dia berhasil meraih juara 2.
Namun, pada akhirnya, ia memilih untuk kembali ke Malang demi memenuhi harapan orang tuanya. "Orang tua ingin saya menjadi PNS. Akhirnya saya ikut seleksi dan diterima sebagai dosen di UIN Malang pada tahun 2018," jelasnya.
Menjadi dosen tidak membuatnya meninggalkan dunia pageant sepenuhnya. Kini, ia sering diundang sebagai juri berbagai ajang kecantikan. "Sudah sering jadi juri, nggak terhitung lagi berapa banyaknya," kata Whida yang kini menetap di kawasan Araya, Malang.
Baca Juga : Wunjudkan Pemerintahan Bersih, Wali Kota Malang Minta ASN Patuhi MCP-KPK
Selain dunia akademik dan pageant, Whida juga sempat menjajal dunia musik. Saat di UI, ia tergabung dalam girlband bernama Jade, yang memiliki konsep unik: syiar melalui syair. "Kami ingin menunjukkan bahwa girlband bisa tetap eksis tanpa harus tampil terbuka. Kami ingin menjadi alternatif dari grup seperti Cherrybelle atau JKT48, tetapi dengan konsep berhijab," ujarnya.
Selain musik, Whida juga menyalurkan bakatnya dalam dunia kepenulisan. Ia pernah menulis naskah film berjudul "Tak Kenal Maka Tak Ta’aruf", yang menurutnya menjadi bagian dari proses self-healing.
Bagi Whida, menulis dan bermusik adalah cara untuk menjaga keseimbangan hidupnya. “Menulis dan musik itu buat saya seperti terapi. Supaya hidup tetap seimbang,” ungkapnya.
Perjalanan Whida tidak selalu mulus, termasuk dalam keputusannya untuk berhijab. Ia mengungkapkan bahwa pada awalnya, orang tuanya sempat keberatan dengan keputusannya tersebut.
"Dulu orang tua takut kalau saya berhijab, nanti akan sulit mendapatkan pekerjaan," katanya. Namun, ia berhasil membuktikan bahwa berhijab tidak menjadi penghalang dalam berkarier.
Kisah hidup Whida Rositama adalah bukti bahwa passion, dedikasi, dan kerja keras bisa membawa seseorang ke puncak kesuksesan, tanpa harus memilih antara akademik dan hobi. Dari dunia pageant, musik, kepenulisan, hingga karier sebagai dosen, ia menunjukkan bahwa seorang perempuan bisa berprestasi di berbagai bidang tanpa meninggalkan prinsipnya.
"Saya percaya, jika kita memiliki niat baik, pasti akan selalu ada jalan untuk mencapainya," pungkasnya.