Tumbuh berbeda dari anak-anak kebanyakan tak membuat para penderita down's syndrome (DS) maupun anak-anak berkebutuhan khusus di Malang minder. Mereka bahkan tetap ceria dan percaya diri alias pede saat diminta naik ke panggung dan berpenampilan layaknya model.
Aldi, misalnya, mengenakan busana kasual dia maju ke panggung tanpa ditemani orang tua atau perawat. Di atas panggung, dia bergaya dan berpose seperti model profesional.
Baca Juga : Pasien Positif Covid-19 Meningkat, Polres Malang Ancam Warga yang Tolak Pemakamannya
Satu tangannya diletakkan di pinggang, tangan lainnya diletakkan di dagu. Dia pun sempat menebar cium jauh untuk ratusan penonton di acara Panggung Anak Indonesia Genius di halaman dalam Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang, siang ini (31/7/2018).
Yang membuat penonton riuh, Aldi tidak menunjukkan wajahnya saat beraksi. Dia membelakangi penonton dan juri. Beda lagi dengan aksi Davin, salah satu anak penyandang kanker. Meski tubuhnya relatif kurus, dia bergaya layaknya seorang binaraga di atas panggung.
Kedua tangan kecilnya diangkat dengan gagah seperti binaragawan yang ingin menunjukkan otot-ototnya.
Tak hanya itu, berbagai aktivitas anak-anak digelar dalam acara itu. Selain lomba fashion show, juga ada lomba mewarnai, penampilan tari, juga taman bermain bersama tokoh-tokoh superhero seperti Batman, Wonder Woman, Transformer, dan lain-lain. Kegiatan tersebut diselenggarakan sebagai peringatan Hari Anak Nasional yang sedianya jatuh pada 23 Juli lalu.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Malang dr Haryudi Aji Cahyono Sp.A(K) mengungkapkan, peringatan tersebut digelar dengan melibatkan sekitar 15 komunitas yang terkait anak-anak dengan penyakit tertentu.
Misalnya Komunitas Sahabat Anak Kanker, Walk Toghether and Love People with Down Syndrome (Worlds) Malang, Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalassaemia Indonesia (POPTI) Malang, Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Malang, dan lain-lain.
"Kegiatan hari ini selain memperingati Hari Anak Nasional, juga sekaligus untuk memberi semangat bagi pasien-pasien anak di RSSA. Tak sedikit pasien yang menderita penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes, kelainan darah, down's syndrome dan lain sebagainya," ujar dr Haryudi.
Ratusan peserta yang terlibat, lanjutnya, berasal dari Malang Raya dan wilayah sekitar seperti Blitar, Kediri, Pasuruan, dan lain-lain.
Baca Juga : Bergerak Mandiri, Baitul Mal Ahad Pon Salurkan Bantuan Bagi Masyarakat Terdampak Covid-19
Dalam peringatan tersebut, lanjut Haryudi, pihak IDAI juga ingin mengampanyekan ketanggapan terhadap orang tua. Pasalnya, penyakit-penyakit degeneratif pada anak umumnya diketahui setelah anak dalam kondisi kritis.
"Hampir 90 persen kasus, anak sakit sudah parah, sudah dalam kondisi koma baru dibawa ke rumah sakit karena orang tua tidak peka terhadap tanda-tanda sakit sejak awal," urainya.
"Misalnya saat anak kena diabetes, salah satu tandanya kan sering buang air kecil. Rata-rata orang tua mengira anaknya cuma ngompolan (suka mengompol) setelah kritis, baru ketahuan kalau diabetes," paparnya.
Dia berharap, ke depan orang tua tidak menyepelekan tanda-tanda kesehatan yang dialami anak. Terutama untuk segera melakukan pemeriksaan jika menemukan kejanggalan, agar anak tidak terlambat ditangani.
Haryudi juga menekankan agar anak selalu dalam kondisi ceria meskipun menjalani pengobatan panjang.
"Pengobatan itu tidak hanya obat-obatan medis, tapi rasa bahagia, rasa disayangi, semangat untuk hidup itu menjadi salah satu terapi penyembuhan. Ini juga harus tertanam di orang tua dan keluarga," pungkasnya.
