Saksi Ahli Sidang Dugaan Pemalsuan Merek Pioneer CNC Indonesia: Terdakwa Potensi Dipidana

Reporter

Ashaq Lupito

Editor

Yunan Helmy

20 - Oct - 2025, 05:55

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Prof Dr Prija Djatmika SS MHum saat memberikan keterangan ketika ditemui awak media usai menjadi saksi ahli di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen pada Senin (20/9/2025).

JATIMTIMES - Guru besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Prof Dr Prija Djatmika SH MHum turut dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan merek Pioneer CNC Indonesia. Sidang pemeriksaan saksi ahli dari pihak pelapor Freddy Nasution dengan terdakwa Syaiful Adhim tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Senin (20/10/2025).

Pada keterangannya, Prija menyebut segala bentuk pemalsuan merek merupakan tindak pidana. "Kalau memang bisa dibuktikan bahwa yang memproduksi dan memperdagangkan barang itu
tidak punya sertifikat merek, maka ini tindak pidananya terpenuhi," tegasnya saat ditemui usai menghadiri sidang.

Baca Juga : Pesantren dan Kebutuhan Energi Terbarukan

Sebagaimana diberitakan, Pioneer CNC Indonesia ialah perusahaan penyedia mesin CNC atau Computer Numerical Control dan jasa fiber laser. Pemilik sah merek Pioneer CNC Indonesia ialah Freddy Nasution yang berasal dari Malang.

Freddy pada akhirnya melaporkan Syaiful ke Polres Malang yang kemudian kasusnya terus bergulir dan dipersidangkan di PN Kepanjen. 

Di sisi lain, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa dengan Pasal 100 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Yakni dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan/atau denda Rp 2 miliar.

"Oleh sebab itu, hak eksklusif dari pemilik sertifikat merek untuk dilindungi produknya dan mereknya, karena produk dan merek itu menyangkut tentang kredibilitas kepercayaan publik pada produk yang diterbitkan," ujar Prija.

Sebaliknya, jika ditembak atau dipalsukan dengan merek orang lain, maka berpotensi merusak karena tidak melindungi merek dari pemilik asli. Sehingga, dampaknya merek milik seseorang yang tidak terlindungi kredibilitasnya tersebut juga berpengaruh pada keuntungan ekonomi sebagai korban.

"Jadi, ini menyangkut perlindungan agar ketertiban usaha itu terjamin, tidak ada saling tembak. Nanti, jika merek yang terkenal ditumpangi orang, kan akan rusak tata niaga," ujarnya.

Prija menyebut, untuk menyelesaikan persidangan dugaan pemalsuan merek sejatinya cukup mudah. Yakni tinggal dibuktikan dalam persidangan siapa yang lebih dulu mendaftarkan dan punya sertifikat merek, maka otomatis memiliki hak eksklusif.

Prija menambahkan, pada beberapa kasus, suatu merek terlebih yang sudah terkenal biasanya cenderung rawan dipalsukan oleh pihak lain. Modusnya, biasanya membuat merek dengan nama yang mirip dan bahkan ada yang menggunakan nama merek yang sama persis.

"Seperti itu kan berarti ada persamaan pada pokoknya. Tinggal nanti pengadilan yang akan memutuskan," tuturnya.

Namun demikian, dijelaskan Prija, secara teori hukum pidana, jika sudah ada pihak atau orang yang mempunyai sertifikat merek kemudian dipalsukan, maka yang sebelumnya dianggap presumption of validity akhirnya dianggap sah. Sehingga yang memalsukan dinyatakan bersalah.

"Siapa yang menembak menggunakan persamaan pada pokoknya maupun persamaan keseluruhan, maka bisa dipidana," ujarnya.

Baca Juga : Profil dan Biodata Safrie Ramadhan, Petinju yang Dituding Terlibat dalam Isu Perselingkuhan Julia Prastini

Lebih lanjut, kuasa hukum Freddy, Didik Lestariyono mengatajallkan, sedikitnya saksi ahli yang dihadirkan dari pihak pelapor tersebut menjawab sekitar 40 pertanyaan. Yakni pemeriksaan yang berasal dari pihak jaksa maupun dari penasihat hukum terdakwa.

"Apa yang disampaikan oleh ahli secara tegas mengatakan bahwa merek itu memiliki kekuatan
hukum semenjak dikeluarkannya SK Kemenkumham mengenai hak merek," ujarnya.

Didik menyebut, SK Kemenkumham mengenai hak merek itu terbit pada 1 Desember 2024. Yakni atas nama merek milik Freddy Nasution.

"Terdakwa kemudian mempergunakan merek itu, bahkan ketika polisi datang ke gudang pabriknya saat dilakukan olah TKP (tempat kejadian perkara), ternyata memang merek itu masih dipergunakan (pihak terdakwa)," ujarnya.

Penggunaan merek milik pelapor berupa Pioneer CNC Indonesia tersebut mulai dari baliho iklan, seragam para karyawan terdakwa, dan bahkan hingga mesin-mesin yang di produksi juga masih menggunakan merek Pioneer CNC Indonesia.

"Padahal dalam SK Kemenkumham tersebut dinyatakan bahwa merek Pioneer CNC Indonesia milik pelapor atas nama Freddy Nasution," tuturnya.

Akibat perbuatan dugaan pemalsuan merek oleh terdakwa, disampaikan Didik, kliennya mengalami sejumlah kerugian. Yakni yang turut meliputi kerugian secara imateril maupun materil.

"Kalau kerugian imateril tentunya sangat besar, karena tidak bisa dinilai dengan angka. Tapi kalau kerugian materil kurang lebih ditaksir antara Rp 3-4 miliar," pungkasnya.