JATIMTIMES - Menutup tahun 2025, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Timur menggelar Rapat Evaluasi Manajemen Kepegawaian Tahun 2025 di Hotel Ijen Suite, Senin (22/12/2025). Forum ini menjadi ruang refleksi menyeluruh atas tata kelola aparatur sipil negara (ASN), sekaligus titik awal penataan kebijakan kepegawaian menuju 2026 yang lebih bersih, adaptif, dan berbasis talenta.
Rapat evaluasi yang diikuti jajaran pemerintah daerah se-Jawa Timur ini bukan sekadar agenda rutin. Forum tersebut menjadi arena terbuka untuk membedah capaian, menguliti persoalan lama yang belum tuntas, serta merumuskan arah kebijakan kepegawaian di tengah tuntutan publik yang kian tinggi.
Baca Juga : Tahun 2026, Disparbud Buat Kalender Event untuk Tingkatkan Kunjungan ke Kabupaten Malang
Kepala Bidang Perencanaan Pengadaan, Pengolahan Data, dan Sistem Informasi BKD Jatim Hasyim Ashari SSos MSi menegaskan bahwa evaluasi ini merupakan penutup rangkaian manajemen kepegawaian sepanjang 2025. Menurut dia, masih ada pekerjaan rumah besar, terutama terkait penataan pegawai non-ASN.

“Penataan non-ASN sudah kita lakukan, baik menjadi PPPK penuh waktu maupun paruh waktu. Tapi faktanya, persoalan belum sepenuhnya selesai. Ada yang memilih jalur CPNS, ada yang masa kerjanya belum memenuhi syarat, bahkan ada non-ASN yang dibiayai pemerintah pusat namun bekerja di daerah,” ujarnya.
Situasi itu, kata Hasyim, menuntut kebijakan yang lebih presisi pada 2026. Terlebih, tahun depan juga ditetapkan sebagai fase awal implementasi manajemen talenta di pemerintahan daerah. “Ini PR bersama. Kita perlu percepatan agar manajemen talenta benar-benar berjalan dan tidak berhenti di konsep,” katanya.
Nada evaluatif sekaligus tegas juga disampaikan Kepala BKD Provinsi Jawa Timur Indah Wahyuni SH MSi. Ia menekankan bahwa penguatan tata kelola ASN tidak bisa ditawar, meski medan yang dihadapi semakin kompleks.

“Manajemen ASN hari ini tidak mudah. Kita harus taat aturan, berhadapan dengan dinamika politik, sekaligus tetap menjaga meritokrasi,” ujarnya.
Menurut Indah, seluruh proses, mulai dari perencanaan, pengadaan, penempatan, hingga pengembangan karier, harus terhubung langsung dengan kinerja organisasi dan kualitas layanan publik.
Persoalan terbesar di 2025, lanjut Indah, adalah penyelesaian non-ASN. Di lingkungan Pemprov Jatim, jumlah ASN mencapai sekitar 58 ribu orang, sementara non-ASN sebelumnya menyentuh angka 26 ribu. Penataan sudah dilakukan melalui skema PPPK penuh dan paruh waktu, namun dampaknya memunculkan tantangan baru.
Sektor pendidikan menjadi contoh paling nyata. Mayoritas ASN di Jawa Timur adalah guru, sekitar 85 persen dari total pegawai. Di satu sisi muncul klaim kekurangan guru mata pelajaran tertentu, di sisi lain ada indikasi kelebihan formasi jika beban jam mengajar diatur berbeda.
“Ini masih kami hitung dan dalami bersama Dinas Pendidikan. Soalnya berkaitan langsung dengan sertifikasi dan jam mengajar,” kata Yuyun sapaan akrabnya.

Masalah tidak berhenti di sana. Setelah penataan non-ASN, gelombang pensiun juga mulai terasa. Tahun ini tercatat 2.836 ASN purna tugas, dan pada 2026 diperkirakan bertambah sekitar 2.500 orang. Kondisi ini memunculkan pertanyaan klasik: bagaimana mengisi kekosongan tanpa kembali ke pola lama merekrut non-ASN?.
Baca Juga : Hari Ibu, Salimah Kabupaten Malang Angkat Isu Perempuan Berdaya
Jawaban BKD Jatim tegas: konsistensi. Yuyun menyebut berbagai skema sudah disiapkan, mulai dari optimalisasi ASN yang ada, pemanfaatan kebijakan JASN tahunan, hingga perencanaan formasi yang lebih realistis dan berbasis kebutuhan riil.
Masuk ke 2026, fokus besar lainnya adalah penerapan manajemen talenta, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2024. Jawa Timur termasuk daerah yang relatif siap. Sejumlah kabupaten/kota seperti Surabaya dan Ngawi bahkan sudah lebih dulu menerapkannya.
“Manajemen talenta ini wajib. Ribet di awal, iya. Tapi ke depan justru memudahkan, terutama dalam promosi jabatan yang lebih objektif dan efisien,” ujar Indah. BKD Jatim sendiri telah menyiapkan Sistem Informasi Manajemen Talenta (SIMATA) yang dirancang terintegrasi dengan sistem nasional.
Di luar aspek struktural, Indah menyoroti isu yang kerap menjadi bisik-bisik birokrasi: jual-beli jabatan. Menurutnya, cara paling efektif memotong praktik kotor adalah mengurangi kontak langsung antarmanusia dalam proses kepegawaian.
“Kenaikan pangkat, rotasi, sampai pensiun, semuanya lewat aplikasi. Tidak ada lagi datang ke BKD bawa oleh-oleh. Birokrasi harus bersih, titik,” katanya lugas.
Digitalisasi ini, lanjut Yuyun, juga berdampak langsung pada pelayanan. Pengurusan pensiun kini terhubung dengan Taspen, layanan perbankan terintegrasi, hingga pelaksanaan asesmen yang tak lagi menuntut kehadiran fisik ke BKD. Efek ikutannya signifikan: unit pelaksana teknis BKD Jatim bahkan mampu menyumbang pendapatan daerah miliaran rupiah, melampaui beberapa BUMD.
Rapat evaluasi ini akhirnya bukan hanya soal menutup tahun, melainkan membuka bab baru. Dengan fondasi digital, penataan ASN yang lebih rasional, serta dorongan kuat pada manajemen talenta, Pemprov Jawa Timur menatap 2026 dengan satu target jelas: birokrasi yang modern, berintegritas, dan layak dipercaya publik.
