JATIMTIMES - Peringatan Hari Ibu di Kota Malang berubah menjadi momen yang jauh dari sekadar seremoni. Di tengah agenda konsolidasi Perempuan Indonesia Raya (PIRA) Minggu, (21/12/2025) di kawasan Merjosari, Wahyu Hidayat hadir membawa kisah personal yang membuat ruangan sejenak hening, lalu pecah dalam tepuk tangan panjang.
Wahyu datang mengenakan batik berwarna biru muda dengan motif burung garuda berwarna kuning di samping kanan depan dan disisi belakang. Busana itu bukan pakaian biasa, melainkan menyimpan banyak kenangan bagi Wali Kota Malang. Batik tersebut merupakan karya almarhum istrinya, dirancang, dipesan, dan dipersiapkan sendiri saat sang istri masih menemaninya. Di atas motif garuda itu, tersimpan kenangan yang kini ia kenakan sebagai penghormatan.
Baca Juga : Cara Pakai Twibbon Hari Ibu 2025 Lewat Bingkai.id, Praktis dan Mudah
Saat berdiri di hadapan hadirin, ekspresi Wahyu tak sepenuhnya datar. Ada jeda-jeda kecil, sorot mata yang menahan duka, namun juga senyum tipis yang muncul ketika ia mengenang sang istri. Kesedihan kehilangan masih terasa, usia wafat istrinya bahkan belum genap 40 hari, namun kenangan tentang batik yang dibuatkan khusus untuknya menghadirkan kehangatan tersendiri.
“Iya, ini buatan istri saya,” ujar Wahyu singkat saat diwawancarai. Kalimatnya pendek, tapi emosinya panjang. Tepuk tangan pun menggema dari hadirin, bukan sebagai formalitas, melainkan sebagai empati.
Dalam momentum Hari Ibu itu, Wahyu menegaskan bahwa sosok ibu tidak hanya dimaknai sebagai simbol kasih sayang di rumah, tetapi juga sebagai poros penting dalam pembangunan. Ia menyebut peran ibu sangat sentral, dalam pendidikan anak, pengelolaan keluarga, hingga keterlibatan aktif dalam pemerintahan dan ruang publik.
Ia memaparkan bahwa di lingkungan Pemerintah Kota Malang, keterlibatan perempuan terus menguat. Sejumlah posisi strategis kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kini diisi oleh perempuan, dengan proporsi yang semakin mendekati jumlah laki-laki. Di tingkat kecamatan pun, dari lima camat yang ada, satu di antaranya adalah perempuan.
Menurut Wahyu, kepemimpinan perempuan justru membawa nilai tambah. Ketelitian, kesabaran, dan kepekaan dalam menyelesaikan persoalan disebutnya kerap menjadi kekuatan utama para ibu ketika diberi ruang dan kepercayaan.
Momentum Hari Ibu juga menjadi ruang refleksi pribadi bagi Wahyu sebagai seorang suami. Ia mengaku sengaja mengenakan batik bernuansa Gerindra tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap almarhum istrinya, sosok yang sejak awal mendukung langkah politiknya dan berdiri di belakang setiap keputusan besar yang ia ambil.
Baca Juga : Usai Diskusi Dibubarkan, Tim Penulis Buku Reset Indonesia Diteror OTK di Madiun
Ia menyampaikan terima kasih atas doa dan perhatian yang diberikan para perempuan yang hadir, sekaligus memohon doa agar amal ibadah sang istri diterima, dosa-dosanya diampuni, dan diberikan tempat terbaik di sisi Tuhan. Permohonan itu disampaikan dengan suara yang tetap tenang, meski duka jelas belum sepenuhnya reda.
Di hadapan kader PIRA, Wahyu juga menyampaikan harapannya agar perempuan tidak hanya hadir sebagai pelengkap organisasi politik, tetapi benar-benar sejajar dalam peran dan pengambilan keputusan. Ia menyinggung pentingnya keseimbangan keterwakilan, agar perempuan tidak lagi berada di pinggir meja, melainkan duduk sejajar.
Acara pun ditutup dengan suasana yang berbeda dari biasanya. Tepuk tangan kembali mengalir, bukan karena pidato politik, melainkan karena kejujuran emosi yang disampaikan seorang Walikota Malang, tentang kehilangan, tentang hormat pada ibu, dan tentang cinta yang tetap hidup lewat sehelai batik biru muda bermotif garuda kuning.
