JATIMTIMES - Fraksi PKB DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) menyoroti rendahnya tingkat kesadaran pemerintah kabupaten/kota terhadap masalah kebencanaan. Pihaknya mempertanyakan kualitas sumber daya manusia (SDM) hingga kelembagaan di BPBD kabupaten/kota.
Hal tersebut menjadi perhatian dalam pembahasan Raperda tentang Perubahan atas Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana. Juru bicara (jubir) Fraksi PKB DPRD Jatim Siti Mukiyarti mengulas, kondisi tersebut masih menjadi pekerjaan rumah dalam penanganan bencana.
Baca Juga : Terkait Tayangan Trans7, Gus Shodiq: Jangan Nilai Pesantren dari Potongan Narasi
“Padahal, keberhasilan penanggulangan bencana di tingkat provinsi sangat ditentukan oleh kesiapan dan sinergi dengan kabupaten/kota,” ujar Siti Mukiyarti.
Ia menyebut, Indikator Kinerja Utama (IKU) kebencanaan bersifat agregat dari 38 kabupaten/kota. Dengan begitu, lemahnya kesiapan di satu daerah akan berdampak langsung pada kinerja provinsi secara keseluruhan.
“Gejala rendahnya kesadaran ini tampak pada dua hal utama: Pertama, BPBD di tingkat kabupaten/kota belum sepenuhnya diposisikan sebagai perangkat daerah strategis, baik dari sisi peran kelembagaan maupun kualitas sumber daya manusia,” tandasnya.
Selain itu, Fraksi PKB memandang masih banyak pemerintah kabupaten/kota yang menempatkan personel berkapasitas rendah di BPBD, mengesankan perangkat daerah ini bukan prioritas utama.
“Dari sisi penganggaran, terdapat kecenderungan ketergantungan pada BTT dari provinsi serta dana on-call dari pemerintah pusat, yang proses pencairannya sering kali berbelit dan memakan waktu lama,” jelasnya.
Fraksi PKB meminta pemprov segera melakukan sosialisasi dan pendampingan agar kabupaten/kota membangun kemandirian pembiayaan kebencanaan.
Baca Juga : Refleksi Menuju Seperempat Abad Daerah Otonom, Pokja Kota Batu Siap Kolaborasi Demi Pembangunan Terarah
“Ketergantungan terhadap dana provinsi dan pusat harus dikurangi, karena dapat memperlambat respons dan memperburuk dampak bencana,” tegasnya.
Di luar draf raperda, F-PKB menegaskan kebijakan tidak hanya fokus pada bencana alam, tetapi juga non-alam dan sosial. Tragedi di Pondok Pesantren Al-Khozini disebut sebagai pengingat pentingnya pengurangan risiko bencana akibat kegagalan konstruksi.
“Kita harus selalu ingat bahwa pesantren merupakan tempat berkumpulnya anak-anak dalam jumlah besar. Mereka menghadapi risiko tinggi apabila aspek keselamatan bangunan diabaikan,” pungkas Mukiyarti.