JATIMTIMES - Keracunan massal marak terjadi di sekolah usai para siswa menyantap menu program Makan Bergizi Gratis (MBG), termasuk di Jawa Timur (Jatim). Hal ini menjadi sorotan anggota Komisi E DPRD Provinsi Jatim Puguh Wiji Pamungkas.
Terlebih, MBG merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto yang pelaksanaannya menelan anggaran tidak sedikit. Namun, realisasi di lapangan masih menyisakan persoalan.
Baca Juga : Ketua DPRD Magetan Sidak PG Purwodadi, Warga Manisrejo Keluhkan Debu dan Limbah Pabrik
Menu MBG di sejumlah sekolah di Surabaya kerap dikeluhkan basi. Terbaru, keracunan massal bahkan terjadi di Lamongam usai para siswa menyantap menu MBG.
“Program MBG ini sudah berjalan kurang lebih delapan bulan dengan capaian 20 juta penerima manfaat hingga Agustus 2025. Namun, maraknya kasus keracunan di beberapa sekolah harus menjadi catatan serius agar segera dilakukan evaluasi,” ujar Puguh, Jumat (19/9/2025).
Puguh berharap pemerintah pusat segera mengambil langkah perbaikan agar kasus serupa tidak terulang. Langkah ini untuk sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap program yang digadang-gadang sebagai solusi peningkatan kualitas gizi anak bangsa.
Sekretaris Fraksi PKS DPRD Jatim itu menegaskan, evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh. Bukan hanya pada kualitas masakan, melainkan juga pada tata laksana penyiapan, distribusi, hingga standar operasional (SOP) penyajian makanan.
“Jangan sampai program sebesar ini, dengan anggaran yang sangat besar, justru menimbulkan masalah baru. Makanan yang seharusnya disajikan segar, karena faktor keterbatasan produksi massal, malah basi atau tidak layak konsumsi. Ini yang bisa memicu keracunan,” imbuhnya.
Baca Juga : Tunjangan Khofifah Capai Rp 1,9 Juta Perjam, Cak Lasio : Tinjau Ulang Pergub Jatim
Menurut Puguh, data menunjukkan ada 5.800 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) di 38 provinsi yang mengelola program MBG. Ia menilai perlu dikaji kembali apakah beban kerja dan anggaran operasional tiap SPPG sudah relevan dengan kapasitas yang ada.
“Evaluasi diperlukan agar program MBG benar-benar memberikan dampak nyata, terutama dalam menekan angka stunting, bukan sekadar menjadi program fantastis tanpa manfaat,” tegasnya.