Populisme politik telah menjadi fenomena global yang menarik perhatian banyak orang. Dalam banyak kasus, populisme menarik bagi sebagian warga karena memberikan jawaban atas pertanyaan yang belum terjawab dan solusi sederhana untuk masalah yang sering diabaikan oleh agen politik lainnya. Namun, pendekatan ini sering kali menghasilkan solusi yang dangkal dan tidak memadai untuk masalah yang kompleks dan multidimensi.
Baca Juga : Status Uang Tanda Jadi (UTJ) Dalam Jual Beli Rumah Apabila KPR Ditolak
Populisme politik adalah fenomena yang telah menjadi tantangan signifikan bagi demokrasi di seluruh dunia. Populisme sering kali menarik bagi sebagian warga karena memberikan jawaban atas pertanyaan yang belum terjawab dan solusi sederhana untuk masalah yang sering diabaikan oleh agen politik lainnya. Dalam banyak kasus, populisme politik muncul sebagai respons terhadap “perasaan alienasi” atau ketidakpuasan terhadap elit politik yang ada. Populisme politik sering kali menggabungkan retorika yang menarik dan janji-janji politik yang sederhana untuk menarik dukungan dari warga yang merasa tidak diwakili atau diabaikan oleh sistem politik yang ada.
Perasaan alienasi dalam politik mengacu pada pengalaman individu atau kelompok yang merasa terasing atau terpisah dari proses politik dan sistem pemerintahan. Ini terjadi ketika individu atau kelompok merasa bahwa mereka tidak memiliki pengaruh yang signifikan atau kekuatan untuk memengaruhi kebijakan atau keputusan politik yang memengaruhi kehidupan mereka. Alienasi politik seringkali muncul ketika masyarakat merasa bahwa pemerintah atau sistem politik tidak mewakili kepentingan mereka secara adil, dan bahwa suara mereka tidak didengar atau dihargai.
Perasaan alienasi politik dapat menghasilkan dampak negatif pada masyarakat dan proses demokrasi. Ketika individu atau kelompok merasa alienasi, mereka mungkin merasa apatis atau tidak tertarik terhadap politik, yang dapat mengurangi partisipasi politik mereka. Hal ini dapat menyebabkan polarisasi politik yang lebih besar dan ketidakstabilan sosial, karena orang-orang yang merasa terasing cenderung mencari cara alternatif untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka, termasuk melalui gerakan sosial atau protes. Penting untuk mengatasi perasaan alienasi politik dengan mendorong partisipasi aktif, transparansi, dan representasi yang inklusif dalam sistem politik untuk memastikan bahwa suara setiap warga negara didengar dan dihormati.
Populisme politik juga memiliki sisi negatif. Meskipun populis sering kali menjanjikan perubahan dan reformasi, mereka juga cenderung mempromosikan solusi yang dangkal dan tidak memadai untuk masalah yang kompleks dan multidimensi. Selain itu, populisme politik juga dapat memperdalam perpecahan dan konflik dalam masyarakat dengan mempromosikan retorika yang membagi-bagi dan mengeksklusi. Dalam beberapa kasus, populisme politik juga dapat mengarah ke peningkatan otoritarianisme dan penurunan demokrasi. Oleh karena itu, meskipun populisme politik dapat menarik bagi sebagian warga, juga penting untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari pendekatan ini terhadap sistem politik dan masyarakat secara keseluruhan.
Sebagai alternatif, pendekatan demokratis yang berfokus pada penyelesaian masalah dapat menjadi solusi untuk tantangan populisme. Pendekatan ini didasarkan pada teori demokrasi John Dewey, yang memandang politik demokratis sebagai proses publik untuk menentukan dan menegosiasikan masalah yang relevan secara sosial dan solusi yang dapat diterima secara politis. Dalam konteks ini, semua warga negara harus berhak untuk berpartisipasi dalam proses politik dan mampu mengartikulasikan masalah yang mendesak dan menuntut penyelesaiannya.
Dewey memulai dengan membedakan konsekuensi aksi, yaitu mereka yang memengaruhi aktor yang langsung terlibat dan mereka yang mempengaruhi orang lain selain yang langsung terlibat. Konsekuensi aksi ini melayani Dewey sebagai masalah yang masyarakat mungkin atasi melalui organisasi dan institusinya. Ini menunjukkan bahwa solusi untuk masalah sosial dan politik harus mencakup semua pihak yang terpengaruh, bukan hanya mereka yang secara langsung terlibat.
Tindakan demokratis ini mengikuti “metode cerdas”, yang terbuka dan publik, dan terus-menerus terancam oleh “metode doktrinal”, yang terbatas dan pribadi. Ini berarti bahwa proses demokratis harus transparan dan inklusif, dan harus terbuka untuk berbagai solusi dan pendekatan. Untuk memfasilitasi tindakan demokratis dan memobilisasi kecerdasan publik, Dewey berpendapat, semua anggota masyarakat harus berpartisipasi dalam proses penyelidikan.
"Metode cerdas" dan "metode doktrinal" adalah dua konsep yang diperkenalkan oleh John Dewey dalam teorinya tentang demokrasi dan tindakan demokratis.
"Metode cerdas" merujuk pada pendekatan yang terbuka dan publik dalam tindakan demokratis. Dalam konteks ini, semua agen yang terlibat dalam proses pemecahan masalah publik harus terbuka untuk berbagai solusi potensial, proses penyelidikan harus diorganisir dengan cara yang transparan dan benar-benar publik, informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah harus ada atau harus dibuat tersedia untuk semua orang, dan masyarakat harus menemukan instrumen, organisasi, dan proses untuk memecahkan masalah yang berubah-ubah.
Sebaliknya, "metode doktrinal" merujuk pada pendekatan yang terbatas dan pribadi. Ini menunjukkan bahwa ada ancaman konstan terhadap "metode cerdas" dari "metode doktrinal". Dalam konteks ini, "metode doktrinal" dapat dianggap sebagai pendekatan yang lebih dogmatis atau otoriter, yang tidak terbuka untuk berbagai solusi atau pendekatan dan tidak transparan atau inklusif dalam prosesnya.
Dengan kata lain, "metode cerdas" mendorong partisipasi, transparansi, dan kerjasama dalam proses demokratis, sementara "metode doktrinal" cenderung membatasi partisipasi dan transparansi dan mendorong pendekatan yang lebih unilateral atau otoriter.
Pemecahan masalah berbasis penyelidikan publik dapat menjadi cara untuk mengatasi tantangan populisme. Dalam pendekatan ini, masalah diidentifikasi dan didefinisikan oleh publik, dan berbagai solusi potensial dieksplorasi dan diuji. Ini memastikan bahwa solusi yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sekelompok kecil elit politik.
Akhirnya, peran partai politik dalam struktur politik kontemporer tidak bisa diabaikan. Partai politik masih termasuk di antara asosiasi politik yang paling kuat dan berpotensi memiliki akses ke sarana institusional dan organisasional untuk mewujudkan proyek politik. Oleh karena itu, mereka memiliki peran penting dalam memfasilitasi proses demokratis dan memastikan bahwa suara semuawarga negara didengar dan dihargai.
Dalam konteks ini, partai politik harus berperan sebagai mediator antara warga negara dan pemerintah, memfasilitasi dialog dan negosiasi, dan membantu mencari solusi untuk masalah yang dihadapi masyarakat. Mereka juga harus berperan dalam mendidik warga negara tentang proses politik dan pentingnya partisipasi dalam proses tersebut.
Namun, untuk memainkan peran ini secara efektif, partai politik harus berkomitmen untuk transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Mereka harus membuka diri untuk kritik dan saran dari warga negara, dan harus bersedia untuk mengubah dan menyesuaikan pendekatan mereka berdasarkan umpan balik yang mereka terima.
Kesimpulan
Pendekatan demokratis berbasis penyelesaian masalah dan partisipasi publik dapat menjadi cara yang efektif untuk mengatasi tantangan populisme. Namun, untuk berhasil, pendekatan ini memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk warga negara, partai politik, dan pemerintah. Semua pihak harus berkomitmen untuk proses demokratis yang transparan, inklusif, dan berorientasi pada penyelesaian masalah, dan harus bersedia untuk bekerja sama untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan untuk masalah yang dihadapi masyarakat.
