Keberadaan trah (Keturunan) Kesultanan Bangkalan, tidak hanya berada di Pulau Madura saja. Melainkan juga tersebar di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya tersebar di Kabupaten Jombang.
Kali ini, ratusan orang yang memiliki trah (keturunan) dari Kesultanan Bangkalan Madura, terlihat berkumpul di Kabupaten Jombang pada, Minggu (8/7) di gedung pertemuan Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang. Diketahui, ratusan orang tersebut merupakan keturunan dari Pangeran Cokrokusumo.
Ketua Yayasan Kesultanan Bangkalan, Raden Hamid Mustari Cakraadiningrat menjelasakan, Pangeran Cokrokusumo yang memiliki nama asli Raden Abdurrasyid ini, merupakan putra dari Sultan Cakraadiningrat II atau yang dikenal sebagai Sultan Bangkalan II, seorang Raja Islam ke-11 di Madura Barat.
"Sultan Cakraadiningrat II ini kalau orang Bangkalan menyebutnya adalah Sultan Abdul Kadirun. Sultan Abdul Kadirun Cakraadiningrat II ini memiliki putra putri 46 anak. Putra ke-25 nya adalah Raden Abdurrasyid Pangeran Cokrokusumo yang saat ini berkegiatan disini (GKJW Mojowarno, red)," ungkapnya bercerita.
Lantas, kenapa Kabupaten Jombang, khususnya GKJW Mojowarno dipilih sebagai lokasi atau tempat berkumpulnya ratusan orang dari trah Kesultanan Bangkalan Madura?

Salah satu keturunan Raden Cokrokusumo, yakni Gardy Gazarin, yang juga salah satu panitia acara mengatakan, bahwa di Kecamatan Mojowarno ini juga tersebar banyak keturunan dari Pangeran Cokrokusumo. Ini salah satu alasan acara berkumpulnya trah Sultan Bangkalan II digelar di Jombang. "Disini (Mojowarno, red) memiliki sejarah dari Pangeran Cokrokusumo yang tidak lain adalah keturunan Sultan Cakraadiningrat II atau trah Sultan Bangkalan II," ujarnya.
Penyebaran trah (keturunan) Kesultanan Bangkalan atau Sultan Bangkalan II di Kabupaten jombang ini, tidak luput dari jejak sejarah kekristenan di wilayah Mojowarno, Kabupaten Jombang. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Gardy Gazarin.
Dijelaskan Gardy, bahwa pada kisaran Tahun 1800-an kesultanan Bangkalan mengalami gejolak politik yang disebabkan oleh politik adu domba yang dilakukan oleh Pemerintahan Belanda. Karena adanya gejolak politik tersebut, Pangeran Cokrokusumo yang merupakan putra dari Sultan Cakraadiningrat II (Sultan Bangkalan II) ini, memilih meninggalkan Pulau Madura dan memilih Pulau Jawa sebagai tempat tinggal.
Setelah cukup lama tinggal di Pulau Jawa, Pangeran Cokrokusumo yang mengganti namanya dengan Kyai Mendung ini memiliki beberapa anak yang mulai beranjak dewasa. Salah satu di antaranya bernama Raden Paing. "Raden Paing mewarisi sifat ayahnya yang menyukai ilmu-ilmu kesaktian, ilmu kanuragan dengan cara berguru maupun bertapa," kata Gardy menjelaskan.
Masih dari cerita Gardy, Raden Paing yang mulai beranjak dewasa ini, menemukan sosok guru bernama Sunan Kuning atau Tuan Coolen di wilayah Ngoro, Jombang. Dari situ, lanjut Gardy menceritakan, Raden Paing mendapatkan ilmu "Ngelmu Srani" atau Agama Nasrani.
"Paing Wiryoguno beserta sanak saudaranya menerima babtisan pada tanggal 13 April 1844 oleh pendeta van Meyer. Dalam permandian kudus ini, mereka diberi tambahan nama Kristen yakni Wiryoguno diberi nama Karolus, ibunya diberi nama Dorkas. Mertua laki-laki dengan nama Sesar, kakak perempuannya diberi nama Tabitah, adik-adiknya diberi nama Simson, Paulinah dan Elisa. Setelah itu dia menyampaikan keinginannya kepada Emde untuk menemui tuan Residen (Pemerintahan waktu itu, red) dan mengajukan permohonan izin membuka Hutan Keracil, wilayah Wirosobo (Mojoagung), Japan (Mojokerto)," bebernya.
Setelah mendapat izin dari Tuan Residen, akhirnya pada Tahun 1848, telah berdiri tiga desa di atas hutan Keracil yaitu Mojowarno, Mojowangi dan Mojoroto. Disini, beberapa keluarga menyebar membuka hutan untuk mendirikan desa baru dan dihuni oleh sesama keluarga atau kerabatnya. Mereka juga mendirikan gedung gereja untuk mengidupi kehidupan rohaninya.

"Pada tanggal 11 Desember 1931 di Mojowarno komunitas-komunitas Kristen di Jawa Timur ini menyatukan diri dalam wadah yang disebut Pasamuan Kristen Jawi ing Jawi Wetan yang kemudian menjadi Greja Kristen Jawi Wetan ( GKJW )," pungkas Gardy Gazarin, salah satu keturunan dari Pangeran Cokrokusumo yang merupakan putra dari Sultan Cakraadiningrat II (Sultan Bangkalan II).
Lantas, meski Sultan Cakradiningrat yang dikenal sebagai Raja Islam ke-11 di Madura Barat dan memiliki keturunan yang beragama nasrani, tetapi nilai dari toleransi menjadi pesan moral yang harus dijunjung tinggi.
Hal tersebut ditegaskan oleh Ketua Yayasan Kesultanan Bangkalan, Raden Hamid Mustari Cakraadiningrat pada acara Reuni Perdana Keluarga Besar Pangeran Cokrokusumo di GKJW Mojowarno, Kabupaten Jombang, Minggu (8/7). "Kalaupun putra putrinya memilih jalan sendiri-sendiri, di dalam Islam tidak ada penekan harus berkeyakinan ini itu. Kalau di Islam itu ada Surat Al-Kafirun di akhir ayatnya mengatakan, pilihlah keyakinan masing-masing tanpa saling mengganggu. Jadi jelas dari trah (keturunan, red) kami, trah Cakraadiningrat ini tidak menghendaki adanya perpecahan dan sangan menjunjung tinggi hormat menghormati," tegasnya.(*)