Dimulai 2025, Ini Catatan Sekolah Rakyat untuk Program Tahun 2026
Reporter
M. Bahrul Marzuki
Editor
Dede Nana
27 - Dec - 2025, 06:12
JATIMTIMES — Program Sekolah Rakyat (SR) yang digagas Presiden Prabowo Subianto diketahui baru berjalan pertengahan tahun 2025 ini. Jelang berganti tahun 2026 saat ini mendapatkan sejumlah catatan.
Misalnya Anggota Komisi VIII DPR RI, Dini Rahmania menyampaikan komitmennya untuk terus mengawal program Sekolah Rakyat sebagai instrumen strategis negara dalam memperluas akses pendidikan inklusif, khususnya bagi anak-anak dari keluarga rentan dan kelompok putus sekolah.
Baca Juga : Wali Kota Malang Bidik Kayutangan Heritage dan DKM Jadi Kawasan Wisata Seni Terpadu
Dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi kesejahteraan sosial, keagamaan, serta perlindungan perempuan dan anak, Dini menyampaikan bahwa selama hampir satu tahun masa tugasnya, ia secara rutin melakukan kunjungan lapangan di daerah pemilihan Jawa Timur.
Dari hasil pemantauan tersebut, sedikitnya empat Sekolah Rakyat telah beroperasi dan dinilai memberikan dampak positif bagi masyarakat.
“Sekolah Rakyat menjadi harapan besar bagi anak-anak yang sebelumnya putus sekolah, bahkan yang belum pernah mengenyam pendidikan formal. Saya mendengar langsung masukan dari guru, siswa, hingga orang tua, dan secara umum responsnya sangat baik,” ujar Dini.
Meski demikian, Ketua DPD Partai NasDem Kabupaten Probolinggo itu mengakui masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu mendapat perhatian serius. Salah satunya adalah kondisi sekolah yang masih bersifat sementara dengan memanfaatkan fasilitas Balai Latihan Kerja (BLK) dan rumah susun sewa (rusunawa), sembari menunggu pembangunan gedung permanen.
Kendati demikian, ia menilai sarana dan prasarana yang tersedia saat ini sudah cukup layak dan nyaman untuk mendukung proses belajar mengajar.
Dari aspek akademik, Dini menyoroti heterogenitas usia dan kemampuan peserta didik sebagai tantangan tersendiri. Ia mencontohkan adanya siswa jenjang SD yang belum lancar membaca dan menulis, hingga siswa SMA yang berusia di atas 20 tahun akibat riwayat putus sekolah.
Kondisi tersebut, menurutnya, menuntut kerja ekstra dan metode pembelajaran yang adaptif dari para pendidik.
“Di sinilah peran guru dan wali asuh menjadi sangat krusial. Mereka tidak hanya mengajar di kelas, tetapi juga membina karakter, kedisiplinan, dan kepercayaan diri anak-anak dengan latar belakang yang beragam,” jelas peraih penghargaan Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif versi Forkom Jurnalis Nahdliyin tersebut.
Baca Juga : Angkutan Penyeberangan Masih Longgar, ASDP Dorong Perencanaan Arus Balik Sejak Dini
Sebagai sekolah berkonsep asrama, Sekolah Rakyat didukung sistem pengasuhan dengan rasio satu wali asuh untuk sekitar 10 siswa. Meski pengawasan dinilai cukup ketat, Dini menekankan pentingnya manajemen pengasuhan yang sensitif terhadap perbedaan usia dan jenjang pendidikan guna mencegah munculnya persoalan baru.
Selain itu, ia juga menggarisbawahi pentingnya pendidikan nilai tanggung jawab bagi siswa, terutama terkait fasilitas dan perlengkapan yang diberikan negara melalui Kementerian Sosial, mulai dari seragam, buku, hingga perangkat teknologi.
Menurutnya, bantuan tersebut harus diiringi dengan pembelajaran karakter agar siswa tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga tumbuh sebagai pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab.
“Sekolah Rakyat bukan sekadar tempat belajar, melainkan ruang pembentukan karakter. Tujuan akhirnya adalah agar anak-anak ini mampu meraih cita-cita dan keluar dari lingkaran kemiskinan struktural,” tegas alumnus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.
Ke depan, Dini berharap program Sekolah Rakyat terus dievaluasi dan diperkuat, baik dari sisi kurikulum, pembangunan fasilitas permanen, maupun sistem pengawasan. DPR RI, khususnya Komisi VIII, berkomitmen memastikan program tersebut berjalan tepat sasaran dan berkelanjutan sebagai bagian dari upaya negara mewujudkan keadilan sosial di bidang pendidikan.
