Edukasi Ketahanan Keluarga: STIE Malangkucecwara Gandeng Hikmah Bafaqih Bahas Bullying hingga Kekerasan Rumah Tangga

10 - Dec - 2025, 08:51

Kegiatan pengabdian masyarakat STIE Malangkucecwara yang menghadirkan Hikmah Bafaqih, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur. (Anggara Sudiongko/MalangTimes)

JATIMTIMES - Di tengah derasnya masalah sosial yang menghimpit keluarga, dari tekanan ekonomi, gaya hidup digital, sampai kekerasan rumah tangga, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Malangkucecwara bersama, Yayasan Sabilillah, LAZISNU (Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Nahdlatul Ulama), turun langsung memberikan pendampingan kepada para ibu rumah tangga lewat program pengabdian masyarakat di Masjid Sabilillah, Rabu sore, (10/12/2025). 

Kegiatan ini terasa berbeda karena bukan hanya menghadirkan akademisi, tetapi juga wakil rakyat yang memang konsisten bersuara soal ketahanan keluarga, yakni Hikmah Bafaqih, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur. Kolaborasi kampus, komunitas, legislator ini menjadikan forum edukasi terasa lebih hidup, lebih membumi, dan lebih relevan dengan persoalan warga.

1

Hikmah membuka pandangan tentang apa sebenarnya yang disebut keluarga berketahanan. Ia menegaskan bahwa inti kekuatan keluarga bukan pada kekayaan atau status sosial, melainkan pada kemampuan menyelesaikan persoalan dengan cara yang benar. “Semakin berketahanan, semakin bisa menyelesaikan masalah dengan resources yang dimiliki,” ujarnya. 

Baca Juga : PLN Audiensi dengan Kejari Kabupaten Malang, Bahas Sinergi dan Pendampingan Hukum untuk Layanan Kelistrikan

Ia mengingatkan bahwa meminta bantuan dari pemerintah, relawan, masjid, atau lembaga seperti Lazismu tetap bagian dari ketahanan, sepanjang masalah itu bisa diselesaikan dengan baik. Menurutnya, daya tahan keluarga hari ini tergerus dari banyak sisi: ekonomi yang tidak stabil, relasi sosial yang renggang, mental yang mudah tertekan, dan spiritualitas yang melemah. Semua itu diperparah oleh gaya hidup materialistis, di mana orang merasa harus selalu berlomba-lomba dengan lingkungan sekitar. 

“Hidup yang materialistis itu menuntut berat. Kalau spiritualnya terhimpis, orang kaya pun masalahnya banyak,” katanya. 

Ia juga mendorong kembali munculnya pengasuhan berbasis komunitas, kebiasaan lama saat anak tetangga dianggap sebagai anak bersama, bukan urusan pribadi yang tak boleh disentuh orang lain. Baginya, komunitas seperti masjid, perguruan tinggi, dan ormas lebih telaten dalam merawat masalah sosial dibanding hanya mengandalkan pemerintah.

2

Sherly Hesti Erawati, dosen sekaligus ketua tim pengabdian STIE Malangkucecwara, menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah kelanjutan dari rangkaian edukasi yang rutin dilakukan di komunitas Masjid Sabillah. Setiap semester timnya selalu turun untuk memberikan pendampingan sesuai isu yang sedang relevan. 

“Kami memang selalu mencari topik yang ter-update dan sesuai kebutuhan jamaah. Minimal apa yang kami sampaikan itu punya value,” jelasnya. 

Jika sebelumnya tema berkisar pada manajemen keuangan keluarga, kini fokusnya bergeser ke isu yang sedang marak: bullying, kekerasan seksual, dan kecanduan digital yang banyak menjerat keluarga kelas menengah ke bawah. “Mereka ingin validasi lewat HP, media sosial, tapi kurang edukasi. Akhirnya banyak yang terjerumus,” tambahnya.

Baca Juga : TPID Kabupaten Malang Mantapkan Sinergi Kendalikan Inflasi Jelang Nataru 2026

Ia mengakui bahwa fenomena kekerasan dalam keluarga, baik suami ke istri, orang tua ke anak, maupun antar-anak, menjadi luka sosial yang berat. “Rasanya di jero ati koyok diiris-iris,” ungkapnya. 

Karena itu ia berharap edukasi seperti ini bisa mengembalikan tatanan dalam keluarga, terutama bagi orang tua yang kini justru takut pada anak mereka sendiri. Ia menyebut sekitar 100 peserta mengikuti kegiatan ini, mayoritas dari jamaah Sabillah, dan pihak kampus akan terus mengembangkan topik-topik lanjutan dengan nilai tambah yang nyata.

Sementara itu, Dr. Siti Munfaqiroh dari STIE Malangkucecwara, Ketua LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) STIE Malangkucecwara, menekankan bahwa pendampingan kampus tidak berhenti hanya pada sesi edukasi, tetapi juga pada program pasca bedar rumah yang dilakukan LAZIZNU. 

Menurutnya, memperbaiki fisik rumah tidak cukup bila perilaku hidup sehat tak ikut berubah. “Rumahnya sudah diberi jendela, tapi jendelanya tidak pernah dibuka. Banyak kebiasaan lama yang harus didampingi,” jelasnya. Dua minggu ke depan, mereka akan kembali turun melakukan pendampingan, memastikan keluarga penerima manfaat benar-benar merasakan perubahan dalam keseharian.

Ia menyampaikan apresiasi kepada dosen-dosen yang terlibat karena telah memberi dampak nyata bagi kaum dhuafa dan anak-anak yatim yang dibina Zisabilillah. “Program pengabdian ini bermanfaat bagi semuanya,” pungkasnya.