Lapas Perempuan Malang Hadirkan Cafe, Sajikan Produk Warga Binaan
Reporter
Irsya Richa
Editor
Nurlayla Ratri
10 - Sep - 2025, 12:24
JATIMTIMES - Sarana Edukasi Pengelolaan Makanan dan Minuman dihadirkan sebagai komitmen membina keterampilan dan kemandirian Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas Perempuan Kelas IIA Malang. Hal tersebut diwujudkan dengan hadirnya kafe yang diberi nama Selena D’Lapang.
Di dalam kafe tersebut terdapat beragam produk-produk hasil karya WBP yang telah menjalani pelatihan pengelolaan makanan dan minuman. Produk-produk ini akan menjadi bagian dari menu kafe. Di antaranya, cappucino, machiatto, coffee latte, americano, chocolava, tarosnow, double choco. Ada juga kopi tubruk, kopsus, hingga creamy coffe latte. Produk minuman ini pun langsung dibuaf oleh WBP.
Baca Juga : Rutan Situbondo Sabet Penghargaan Rutan Terakselerasi di Lingkungan Kanwil Ditjen PAS Jawa Timur
Hadirnya kafe Selena D’Lapang ini merupakan bagian dari program pengembangan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di lingkungan lembaga pemasyarakatan. Ini juga strategi untuk mempromosikan hasil karya WBP kepada masyarakat.
“Dengan hadirnya kafe ini, Lapas Perempuan Kelas IIA Malang ingin mencetak WBP yang mandiri, terampil,” ungkap Kepala Lapas Perempuan Kelas IIA Malang, Yunengsih, Rabu (10/9/2025).
Sehingga nantinya jika para WPB kembali ke masyarakat, bisa lebih mandiri dengan segudang keterampilan yang dimiliki. Kemudian mereka juga bisa membuka usaha secara mandiri.
“Kami berharap dapat terus mencetak WBP yang mandiri, terampil, dan siap kembali ke masyarakat dengan bekal keterampilan yang bermanfaat,” harap Yunengsih.
Baca Juga : Unikama Dorong Susu Desa Clumprit Tembus Pasar Digital Lewat Program Hibah
Sementara itu, Kantor Wilayah Direktur Jenderal Pemasyarakatan Jawa Timur Kadiyono mengapresiasi kolaborasi yang terjalin dalam upaya menciptakan sarana pelatihan keterampilan yang produktif dan aplikatif bagi WBP, khususnya dalam bidang kuliner dan pengelolaan kafe.
Kafe tersebut bukan hanya tempat pelatihan, tetapi juga media pemberdayaan. “Kami ingin WBP memiliki keterampilan yang bisa langsung digunakan ketika kembali ke masyarakat,” tegas Kadiyono.