Gending Pedanyangan, Lagu Sakral Jatikerto yang Hanya Diperdengarkan Setahun Sekali di Bersih Desa
Reporter
Dede Nana
Editor
Yunan Helmy
27 - Sep - 2019, 10:10
Kegiatan bersih desa telah menjadi bagian tak terpisahkan dengan kehidupan masyarakat, khususnya di Kabupaten Malang. Berbagai kemeriahan pun tak pelak menjadi bagian dalam merayakan rasa syukur masyarakat itu. Baik arak-arakan tumpeng, pementasan kesenian wayang kulit, sampai berbagai kegiatan lainnya.
Hal ini juga yang terlihat di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, yang menggelar bersih desa secara sederhana. Tanpa adanya arak-arakan seperti tahun lalu, bersih desa Jatikerto diisi dengan lantunan Gending Pedanyangan di punden atau makam leluhur.
Gending Pedanyangan merupakan lagu berbahasa Jawa yang diiringi dengan gamelan dari kelompok karawitan desa. Gending yang memiliki tujuh lagu yang disenandungkan para waranggono atau sinden diyakini memiliki nilai sakral yang tinggi.
"Gending Pedanyangan ini memiliki nilai sakral dan tidak boleh dinyanyikan sembarangan waktu. Hanya di acara bersih desa saja, Gending Pedanyangan diperdengarkan. Jadi, hanya satu tahun sekali," kata Mohamad Satu, kepala desa Jatikerto, Jumat (27/09/2019) dalam pembukaan acara bersih desa.
Bila Gending Pedanyangan diperdengarkan di sembarang tempat dan waktu, konon dari kepercayaan masyarakat setempat, bisa timbul beberapa hal yang tidak diinginkan. Misalnya, ditimpa kenaasan atau kemalangan hidup atau disebut malati.
"Ingkang kawastanan gending-gending sayangan puniko naning lrayogi dipunmidangaten wonten ing sasono budhoyo bersih desa kemawon. Salintunipun mboten kepareng amargi dipun yakini bilih gending-gending kolowau wonten isinipun ingkang Wigati ugi wingit." Artinya, yang disebut gending-gending yang mengandung nilai sakral itu hanya uttuk acara selamatan desa. Di luar acara bersih desa gending-gending tersebut tidak boleh diperdengarkan karena dianggap sakral atau gaib.

"Itulah (keterangan para sesepuh desa, red) yang sampai saat ini kita ikuti. Gending Padanyangan hanya diperdengarkan di acara bersih desa saja," ujar Mohamad Satu.
Ada tujuh lagu Gending Pedanyangan yang menjadi wajib dilantunkan dalam bersih desa Jatikerto tersebut. Setiap lagu memiliki nilai edukasi luhur yang diturunkan leluhur kepada anak cucunya sampai kini.
Mohamad Satu menjelaskan, untuk lagu pertama berjudul Iling-Iling, terdapat nilai pendidikan luhur terkait pengingat kepada manusia. Semua yang hidup akan kembali kepada pemiliknya. Semua jabatan ada batas akhirnya dan nantinya akan kembali menjadi rakyat. "Jadi, pejabat apa pun, yang asalnya rakyat akan kembali menjadi rakyat pada akhirnya. Lagu ini menjadi pengingat kita semua sebagai manusia," urainya.
Lagu kedua adalah Sekar Gadung, lalu Randu Kintir, Pacul Gowang, Celeng Mogok dan Undur-Undur. Ditutup dengan lagi Puji Rahayu yang merupakan ungkapan rasa syukur atas segala keberkahan yang dirasakan masyarakat sampai saat ini.
Selepas tujuh lagu keramat dilantunkan oleh para waranggono, warga yang sejak pagi berkumpul di punden dan membawa tumpeng yang ditotal sejumlah 145 tampah. Bersama-sama menikmati nasi kuning dengan berbagai lauk pauknya secara bersama-sama di lokasi punden.
Dihadiri oleh Camat Kromengan Joanico da Costa, perwakilan polsek, koramil, serta warga desa, acara bersih desa tersebut berlangsung secara khidmat, sederhana, tapi menyuguhkan kearifan masa lalu dan kebijakan lokal saat ini.
Terpisah, Bupati Malang Sanusi menyampaikan apresiasinya atas kegiatan bersih desa yang masih lestari di wilayah Kabupaten Malang ini.
Sanusi yang juga kerap menghadiri bersih desa menekankan bahwa bersih desa merupakan warisan leluhur yang memiliki begitu banyak nilai edukasi untuk saat ini.
"Gotong royong, keguyuban serta tentunya menjaga dan memelihara budaya leluhur menjadi nilai penting untuk tetap kita jaga. Lewat bersih desa ini pula, berbagai nilai itu yang harus terus dijaga," ucapnya.
Dirinya juga mengapresiasi tradisi bersih desa di wilayahnya itu. Selain nilai-nilai luhur dan sakral yang masih kuat dalam acara bersih desa, lanjut Sanusi, kegiatan tersebut juga bisa menjadi daya tarik pihak luar dalam konteks pariwisata.
"Jadi, bisa juga menjadi atraksi pariwisata, seperti di berbagai wilayah. Antusias warga atau wisatawan luar pun cukup baik melihat kegiatan adat seperti bersih desa ini," pungkas Sanusi.